Beberapa bulan ini seluruh pemberitaan selalu menyiarkan tragedi Gempa Lombok pada 29 Juli 2018 yang memakan banyak korban akibat gempa berkekuatan 6,4 SR, dan belum usai persoalan penanganan gempa lombok, Indonesia kembali di guncang bencana maha dahsyat di Sulawesi Tengah (Palu dan Donggala) dengan Gempa berkekuatan 7,4 SR yang diiringi Tsunami, dan update per tanggal 02/10/18 korban meninggal tercatat 1.234 jiwa. Melihat daya rusak gempa dan tsunami yang terjadi, rasanya korban bisa berjumlah lebih dari 3.000 orang (mencoba menganalisa dari informasi dan data yang beredar di media massa dan media sosial)
Sampai saat ini seluruh aktivitas kebencanaan mulai beralih ke Sulteng untuk proses evakuasi, penanganan medis, recovery dan penanganan kebutuhan dasar para pengungsi serta penduduk Palu dan Donggala. Masalah baru pun mulai bermunculan, saat ini banyak beredar banyak informasi terkait kemungkinan akbiat kurang cepatnya penanganan dan kesiapan stake holder kebencanaan di Palu dan Donggala menyelesaikan penanganan dampak bencana sehingga mulai terjadi penjarahan, bantuan yang di blokade dan pengambil alihan hercules pembawa korban dan lain sebagainya (mudah-mudah an berita yang kita dapatkan dari media sosial terkait hal tersebut jauh dari kebenaran). Belum lagi informasi bahwa para relawan yang belum bisa diberangkatkan dari makasar melalui jalur udara dan lain sebagainya.
Belajar dari informasi yang bersileweran di media sosial (walaupun belum bisa dipastikan 100% kebenarannya), kita mulai bisa belajar bahwa cepat tanggap dan kesiap siagaan bencana harus menjadi prioritas dalam pendidikan bagi seluruh elemen masyarakat, dan bukan hanya di daerah-daerah yang berpotensi bencana, tapi bagi seluruh penduduk yang berada di Indonesia. Dan infrastruktur kebencanaan sudah harus mulai disepakati dari sejak awal proses pendirian ataupun pemanfaatan sumber daya yang ada.
Belajar dari 2 daerah yang sedang mengalami bencana saat ini, Padang yang sudah mulai sembuh dari duka 30 September 2009 akibat Gempa 7,6 SR yang telah meluluh lantakan kota tercinta ini mulai merasakan kembali kekhawatiran dan ketakutan membayangkan kejadian 9 tahun silam yang mereka rasakan terulang kembali. Ditambah dengan masih beredarnya isu-isu terkait megatrust yang mengancam lempeng yang berada di bawah Mentawai yang dimungkinkan akan membuat gempa maha dahsyat di ibu Kota Sumatera Barat ini.
Ketakutan tersebut pastinya beralasan, karena dari beberapa kejadian gempa yang terjadi di Kota Padang setelah tahun 2009, kepanikan dan ketidak sesuaian mitigasi bencana yang dipraktekan masyarakat kota Padang belumlah berada pada titik kesiapsiagaan.
Pada beberapa gempa, masih banyak masyarakat yang menyelamatkan diri dari zona merah dan kuning (yg berdekatan dengan bibir pantai) menggunakan kendaraan roda empat, dan sudah bisa dibayangkan bagaimana efek kemacetan yang terjadi, dan ini bukan hanya sekali dua kali...tapi berkali-kali, jalanan dipenuhi mobil,motor,becak, dan kendaraan lainnya yang tidak bergerak karena macet. Kalaulah tsunami itu benar muncul, mungkin banyak korban yang akan dilando air di jalanan Kota Padang.
Edukasi harus dimulai saat ini, sehingga kesiap siagaan bisa melekat di sanubari masyarakat, sehingga ketakutan dijauhkan dari keseharian warga Kota Padang. Dengan jumlah shelter yang tidak begitu banyak, pemerintah mulai memetakan bangunan-bangunan tinggi yang dirasa bisa digunakan sebagai opsi pertama masyarakat utk menyelematkan diri.
Saat ini pemerintah sudah menjalankan fungsinya dalam mitigasi bencana dengan memberikan rambu rambu evakuasi yang mengarah kepada daerah ketinggian, bisa dilihat di beberapa ruas jalan dituliskan "Zona Aman Tsunami" (mudah mudahan kata ini tidak mendahului Allah SWT), yang memberikan informasi kepada masyarakat agar memiliki arah yang jelas utk evakuasi.
Akan tetapi hal inilah yg akan memberikan efek chaos pas terjadi gempa, semua orang berlomba lomba mencapai zona aman dengan menggunakan kendaraan, padahal jika melihat penelitian dan informasi para ahli gempa, jika akan terjadi gempa di padang...maka waktu yang dibutuhkan oleh tsunami untuk mencapai kota Padang diperkirakan sekitar 20 menit (ini masih prediksi, bisa lebih cepat atau lebih lama, tergantung pusatnya), sehingga hitung hitungan matematiknya, akan terkendala masyarakat yang berkeinginan mencapai titik aman tsunami jika hanya diberikan waktu segitu.
Sebagai solusinya, ditengah keterbatasan shelter yang dimiliki Kota Padang, maka sudah sewajarnya pemerintah dan stake holder kebencanaan mulai mendata fasilitas/bangunan yang bisa dijadikan alternatif evakuasi masyarakat jika terjadi potensi tsunami.
Sebagai contoh, Basko Grand Mall, Plaza Andalas, Bank Nagari, Transmart, SPR dan lainnya yang memiliki ketinggian yang cukup untuk mitigasi tsunami, harusnya bisa digunakan jika terjadi gempa berkekuatan lebih dari 6 SR, dengan catatan...bangunan tersebut masih kokoh dan bisa dijadikan tempat berlindung. SJS Plaza yang berada di Lapai juga bisa dijadikan alternatif bagi masyarakat sekitar yang notabene berada sekitar 2 km dari bibir pantai. Melihat contoh contoh tadi, kesiapan masyarakat tentunya juga harus berimbang dengan kesiapan pemilik bangunan-bangunan (yang bisa dijadikan alternatif shelter) untuk memberikan akses jika terjadi bencana. Dengan kesiapan ini, rasanya tidak akan begitu begitu banyak kendaraan lalu lalang saat gempa terjadi, akan tetapi masyarakat memilih untuk mengakses gedung gedung tinggi disekitarnya dengab berjalan kaki.
Sudah saatnya, pemerintah dan stake holder kebencanaan mulai melakukan pemetaan dan pendataan terhadap bangunan yang siap menampung warga disekitarnya dan mengkomunikasikan serta membuatkan opsi opsi alternatif bagi evakuasi disaat bencana menimpa. Hal ini sebenarnya sepele tapi akan berdampak positif bagi kekuatan masyarakat dalam menyiapkan diri untuk menghadapi bencana. Pemerintah juga mulai menyiapkan jalu evakuasi dengan pendataan mulai dari tingkat RT, sampai ke kelurahan.
Semoga kita semua dihindarkan dari marabahaya dan bencana.
Belajar dari Lombok dan Palu serta 2009, Siapkah Padang
02 Oktober 2018
Diposting oleh rifkadejavu di 16.24
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar