Antara SOP dan Kebijakan

24 November 2014

Ini berawal dari cerita ngalor ngidul saya dengan salah seorang kawan disaat "memanas manasi motor"  yang akan dipakai pulang kantor. Dengan wajah yang sedikit buram, kawan ini berceloteh (seperti burung dipagihari yang disirami hujan lebat dari langit) bahwa dia nggk suka dengan keputusan keputusan yang dikeluarkan oleh bos nya, kenapa semua urusan dikaitkan dengan SOP, semua dikaitkan dengan aturan sehingga kawan ini nggk bisa menjalankan inisiatifnya dalam bekerja.

Saya mencoba sedikit memberikan saran dan berharap ada sedikit ketenangan yang bisa dirasakan kawan ini, dan saya juga beranggapan bahwa memang ada sedikit kekeliruan jika sebuah organisasi perusahaan secara idealis menjalankan perusahaannya dengan hanya mengandalkan SOP dan tidak bisa melakukan inisiatif dalam mengambil keputusan yang berada di ranah yang sedikit melenceng dari SOP.

Kebijakan merupakan salah satu instrumen penting dalam menjalankan organisasi perusahaan, kebijakan menjadi sebuah kekuatan tersendiri dari seorang pimpinan agar bisa selalu berada pada posisi yang benar benar dianggap sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin akan dirasakan keberadaannya ditengah bawahan  jika pemimpin tersebut memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat, nah jika ada kondisi yang akan bertolak belakang atau menyerempet ke arah yang sedikit lari dari SOP sedangkan keputusan harus diambil cepat maka disinilah fungsi Kebijakan diharapkan bisa menyelesaikan pertikaian mengenai langgar vs patuh. Secara konsep, kebijakan bisa diambil jika tidak akan mengakibatkan kerugian dan menjerumuskan perusahaan ke arah yang tidak baik ke depannya, sehingga efek dari sebuah kebijakan tidak akan terlalu merusak tatanan perusahaan.

Bagi saya, jika hanya mengandalkan SOP.....saya pikir semua orang pasti bisa menjalankan perusahaan tanpa pemimpin, karena aturan yang diberikan dalam SOP sudah bisa dijalankan tanpa peran pemimpin. Gaji yang besar dan juga tunjangan yang diberikan lebih dibandingkan dengan karyawan biasa menjadi sebuah instrumen tambahan bagi seorang pemimpin untuk memerankan posisinya dalam memutuskan kebijakan yang harus dilakukan dalam organisasi.

Setelah diskusi alot tersebut, saya dengan kawan ini kembali dibingungkan lagi dengan diakusi baru mengenai kebijakan yang harus kami ambil untuk segera pulang, karena hujan mulai turun dan memperlihatkan kemungkinan redanya lama. Jika mengikuti SOP yang ada, kami harus menunggu hujan berhenti dulu baru kami bergerak pulang, akan tetapi kebijakan harus diambil, kalau tetap menunggu, kemungkinan besar kemalaman pulangnya, jika tetap jalan, kami tidak memiliki raincoat/mantel untuk menghindari basah. Disini peran dan sosok jiwa kepemimpinan bisa dilatih, apa keputusan yang harus diambil dengan catatan resiko kegiatan yang lebih minim sehinga tidak mengakibatkan kerugian.

Akhirnya kami mengambil kesepakatan dan keputusan untuk segera melanjutkan perjalanan dan berharap tidak terlalu basah kuyup sampai kerumah, sehingga kondisi badan kami bisa lumayan stabil nantinya, tentunya dengan beberapa catatan penting yang harus dilakukan jika sudah sampai di rumah....seperti harus langsung mandi, minum teh panas dan kalau bisa dilanjutkan dengan mengisi wilayah tengah agar tidak masuk angin karena perut kosong. 

Beberapa hal tadi sudah bisa kita kaitkan kepada sebuah alur proses dalam mengambil keputusan yang berada diluar jalur ketetapan yang ada.