SWAB dan Isolasi Mandiiri (Catatan Ramadhan-Syawal 1441 H)

25 Mei 2020


Kamis pagi (21 Mei 2020) bertepatan dengan 28 Ramadhan 1441 H, pukul 09.30 WIB saya dan beberapa rekan kerja bertolak ke Mall Pelayanan Publik Pasar Raya Padang, disini kami berencana akan melakukan tes SWAB Covid-19 yang saat itu telah dilaksanakan dilokasi tersebut. Pasar Raya Padang menjadi cluster terbesar dalam peningkatan status positif Corona di Kota Padang. 

Pelaksanaan tes Swab ini dilakukan dilantai 4 MPP Pasar Raya Padang, sesampai dilokasi....ternyata tempat tersebut sudah dipadati oleh beberapa pedagang pasar raya padang dan beberapa personil dinas perdagangan yang menjadi prioritas pelaksanaan uji massal covid-19 ini. Setelah melaksanakan pendaftaran, kami diarahkan ke ruang tunggu yang cukup besar dengan pengawasan langsung oleh beberapa Satpol PP yang secara aktif melakukan pengaturan terhadap posisi duduk agar tetap berjarak.

Waktu tunggu untuk antri pun tidak terlalu lama, karena kapasitas petugas tes yang cukup dan pelaksanaan pendataan yang sudah terkoordinir secara baik, sekitar 15 menit saya dan kawan-kawan pun sudah berada di posisi bilik pendataan. Pendataan dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait historis masing-masing individu yang akan di tes, apakah memiliki gejala, apakah pernah kontak dengan pasien positif, apakah ada saudara yang positif, apakah ada riwayat penyakit dan beberapa pertanyaan lain yang sepertinya menjadi SOP pada pelaksanaan tes tersebut.

Setelah selesai, saya diarahkan ke Bilik 1 tempat Tes SWAB...................................

Kerongkongan terasa lebih kering dari biasanya, sehingga beberapa kali mendehem....padahal ini bukan akibat gangguan pada keroongkongan, akan tetapi perjalanan ke Bilik 1 tersebut sepertinya sangat sulit untuk ditempuh.

Banyak info di media sosial yang menginformasikan bahwa Tes SWAB itu menyakitkan, karena secara teknis cairan yang akan diambil berada di rongga hidung dan tenggorakan yang diambil sampai keujungnya, sehingga akan memberikan kesakitan bagi yang melakukan tes.

Saya mencoba memperhatikan dari awal antri sampai dengan berada di Bilik 1 tersebut, raut muka orang-orang yang sedang melaksanakan tes SWAB kelihatannya seperti tidak merasakan kesakitan, ada bapak tua, ibu-ibu dan beberapa orang lain terlihat tidak meringis maupun kesakitan saat dimasukkan cutton bud kedalam hidungnya.

Hal ini lah yang menjadi salah satu yang memberi kekuatan bagi saya untuk yakin bahwa Tes ini tidak seperti yang ditakutkan.

Orrait.....semangat....

Si ibu yang berada di seberang bilik bertirai terpal plastik tebal dan meninggalkan dua lobang besar untuk tempat petugas mengeluarkan tangan agar mudah melakukan pemeriksaan tanpa berinteraksi langsung dengan yang akan tes.... dibuka maskernya ya pak, bismillahirrahmanirrahim (sambil merobek plastik pembungkus sebuah cuttonbud yang panjangnya dikisaran 20 cm lebih).

Jangan dilarikan ya pak, kembali ibu itu memberikan instruksi. Dengan lembut si ibu mendongakkan kepala saya ke arah atas agar jalur cuttonbud yang akan dimasukkan bisa terpantau oleh pandangan si ibu. Cuttonbud pun masuk kedalam hidung, sambil diputar-putar secara perlahan dan pasti, terus merangsek masuk sampai kelokasi terdalam....dan saya merasakan kalau cuttonbud tersebut sudah berada diujung. 

Pas disaat sampai diujunglah, ada rasa yang aneh, antara sakit dan ngilu....tapi apakah sangat sakit....ternyata tidak terlalu sakit..berita-berita dan informasi yang banyak beredar kalau tes swab itu sakit sepertinya bisa terbantahkan dengan yang saya alami saat itu. (tapi yang menjadi catatan, setelah pulang tes, kepala sebelah kanan terasa sakit sebelah...dan sampai saat ini rasa cuttonbud yang menancap diujung hidung kadang-kadang masih membayang).

Setelah sampel cairan selesai diambil petugas, saya diarahkan ke spot terakhir untuk melakukan cap jari dengan tinta (layaknya pelaksanaan pemilu). Ini yang sampai saat tulisan ini saya keluarkan, menjadi pertanyaan besar...mungkinkah tanda dijari itu sebagai penanda kalau seseorang telah melaksanakan tes, dan tidak diperbolehkan melakukan tes lagi....Ayo, siapa coba yang mau melakukan tes ulang dengan cuttonbud super panjang tersebut😁.

Setelah seluruh kawan-kawan yang lain selesai, kamipun beranjak kembali ke kantor untuk membubarkan diri     
   
Siang pukul 11.30 WIB saya sampai kembali dirumah, dengan insiatif....saya instruksikan ke istri untuk mulai mengambil barang-barang yang dibutuhkan di kamar agar dipindahkan ke kamar anak-anak. Istri dan anak-anak saya minta untuk tidak berdekatan dulu dan berinteraksi langsung, karena saya ingin berikhtiar jika memang ada faktor risiko yang menjadi salah satu kemungkinan untuk saya terpapar covid-19, maka saya sudah memitigasi dari awal.

Keputusan ini tidak lain, karena keinginan untuk menjaga anggota keluarga yang lain....dan ikhtiar saya ini akan dilakukan sampai hasil tes Swab tersebut keluar atau dari hitungan 14 hari kemungkinan saya terpapar oleh Pegawai dan OTG yang positif tersebut.

Jujur, anak-anak bingung, karena mereka tidak bisa berinteraksi langsung dengan papinya. saya berkomunikasi dengan mereka hanya melalui videocall, padahal kamarnya bersebelahan. Dan kadang-kadang dengan sedikit berteriak, kamipun bisa berdiskusi dengan baik.

Tanggal 23 Mei 2020, keluarlah hasil untuk 354 orang yang telah dilaksanakan tesnya di Pasar raya tersebut, dan nama saya tidak termasuk didalamnya. Beberapa rekan yang ikut tes, ada yang keluar namanya, dan ada juga beberapa yang belum keluar, beberapa rekan mulai kasak-kusuk mempertanyakan bagaimana prosesnya, kenapa nama mereka belum keluar. 

Hasil analisa yang coba saya lakukan, hasil yang sudah keluar tersebut dimungkinkan akan berbeda dengan urutan yang dilaksanakan pada saat tesnya, jadi penomoran antara pelaksanaan tes di lapangan dengan pelaksanaan tes dilabor akan berbeda.

Tapi yang menjadi catatan penting saya pada tulisan ini adalah "Bukan Swabnya yang menakutkan, akan tetapi jauh dari keluarga dan perasaan yang membuat keluarga tidak amanlah yang menjadi ketakutan terbesar"

Sekembalinya melaksanakan tes SWAB, saya minta ke istri dan keluarga untuk tidak berkomunikasi langsung dengan saya, kemudian saya memilih untuk menutup diri (isolasi mandiri) di kamar sampai hasil Swab itu diperoleh.

Hari demi hari dijalani cukup menguras bathin, mendengar suara anak-anak lagi bermain, berkomunikasi dengan mereka hanya lewat video call, padahal hanya dibatasi tembok dan pintu, melihat mereka jika sudah tertidur dan banyak lagi pengalaman bathin yang cukup berat untuk diingat.

Sampai pada titik, harus berlebaran didalam kamar sendirian, 

Ini pilihan....harus dijalani, harus siap...dan harus berani mengambil segala risiko bathin yang akan dihadapi. Mendengar suara takbir dari jendela kamar, melihat anak-anak berphoto bersama di pekarangan rumah (biasanya papi yang jadi photographer dadakan kalau lagi lebaran).

Lebaran kedua, 2 Syawal 1441 H atau bertepatan dengan tanggal 25 Mei 2020...datanglah informasi yang ditungg-tunggu...saya negatif covid-19.
Sebenarnya ini sudah dari awal saya prediksi, karena secara historis....saya tidak melakukan kontak langsung dengan OTG dan pegawai yang terpapar tersebut, akan tetapi untuk tetap menjaga dan mengamankan KELUARGA dari kemungkinan terburuk...m akanya saya memberanikan diri untuk tes swab dan isoloasi mandiri.

6 hari melaksanakan isolasi mandiri, membuat saya memahami sebuah konsep bahwa....Mengamankan keluarga menjadi hal terpenting, maka setelah ini saya akan tetap melaksanakan protokol covid-19 jika akan tetap berada di luar rumah...Semoga kita semua dijauhkan dari marabahaya.

Sebagai kilas balik, pengalaman saya diatas....proses yang saya alami merupakan keputusan yang sangat berat untuk diambil akan tetapi harus tetap diambil agar ada kepastian yang saya terima.     

Kisahnya dimulai pada siang selasa tanggal 20 Mei 2020, disaat masih sibuk mengerjakan beberapa pekerjaan dikantor. Rekan kerja memberikan info kalau salah seorang pegawai di lingkungan kantor ini terpapar virus Covid 19 dan ini merupakan hasil tes SWAB. Semua orang sibuk berdiskusi dan mulai merunut cerita proses terpaparnya pegawai itu. 

Untuk memastikan info, maka dicobalah melakukan klarifikasi ke beberapa pegawai yang satu ruangan dengan yang bersangkutan. Fix.....ternyata infonya memang benar, dan info ini langsung menjadi beban pikiran tersendiri bagi saya. Karena pegawai yang terpapar virus corona tersebut berada 1 ruangan dengan saya saat kemungkinan OTG yang telah teridentifikasi positif dan menjadi faktor terpaparnya si pegawai. Masih teringat, pukul 16.35 WIB disaat semua pegawai sudah pulang, saya dan si pegawai tersebut masih berada di ruangan, walaupun tidak kontak langsung....tetapi ada rasa ketidaknyamanan terhadap posisi dan kondisi saya waktu itu.  

Untuk pengalaman saat proses swab dan isolasi mandiri bisa dilihat di bawah ini :


Ramadhan Di Era PSBB

08 Mei 2020

Saat tulisan ini dikeluarkan, Ramadhan sudah berjalan selama 15 hari. Suasana Ramadhan dimasa Pandemi Covid 19 ini sangat jauh berbeda dengan Ramadhan yang pernah kita rasakan...mungkin baru kali ini seumur hidup. 
Kerinduan suasana Ramadhan pun sampai hari ke-15 ini belum bisa terobati, suasana pasa pabukoan, tarawehan, tadarusan, tausiyah subuh, ngabuburit, buka bersama,  dan aktifitas rutin lainnya di masa Ramadhan menjadi sesuatu yang menjadi sesuatu yang sangat berharga dan menjadi kenangan pada saat ini. 

Masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang saat ini dilaksanakan di beberapa daerah termasuk Sumatera Barat membuat segala lini kehidupan sosial masyarakat berubah drastis. Silaturahmi dijaga hanya melalui virtual, tanpa bertemu fisik dan berjabat tangan, semua itu harus dipatuhi seluruh pihak agar Pandemi Covid 19 ini bisa berdamai dengan umat manusia.

Pasar-pasar yang harusnya di masa Ramadhan ini menjadi surganya kaum ibu, mulai dari membeli persiapan makanan yang akan dimasak untuk berbuka, sampai dengan membelikan anak-anak baju lebaran menjadi sebuah kenangan yang masih terlintas. Pedagang pakaian yang biasanya akan mendapatkan keuntungan fantastis pada bulan ini (biasanya 11 bulan mereka merugi, hanya 1 bulan ini keuntungan di 12 bulan bisa tercapai) harus hilang dari pikiran para pedagang. 

Suasana Masjid/mushalla pun agak sedikit berubah, karena PSBB menganjurkan untuk tidak melaksanakan sholat Berjamaah di Masjid, sehingga beberapa Masjid/mushalla mulai mengurangi aktifitasnya.